Gelombang Demo Bakal Mengancam Senayan, Puan Maharani Pilih Tenang Dan Terbuka

DPR23 Dilihat

MediaKabarNusantara.com – Rencana demonstrasi besar-besaran pada 25 Agustus mendatang menjadi bukti bahwa kebijakan DPR RI terkait tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan telah melukai rasa keadilan publik. Jum’at (22/8/2025)

Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang masih terpuruk, keputusan ini terasa seperti tamparan di wajah mereka yang berjuang untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kemudian pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang dengan santai mempersilakan masyarakat datang ke Senayan patut diapresiasi.

Setidaknya, ia tidak menutup pintu bagi rakyat untuk menyuarakan aspirasi. Namun, keterbukaan menerima aspirasi saja tidak cukup.

Pertanyaan mendasarnya, apakah DPR benar-benar siap untuk mengoreksi kebijakan yang dianggap tidak etis ini?

Rakyat tentu tidak menuntut anggota dewan hidup dalam kesulitan. Mereka sadar, tugas legislator adalah tugas berat yang layak mendapat fasilitas memadai.

Tetapi yang dipersoalkan adalah kepantasan. Di saat banyak warga masih kesulitan membayar listrik, membeli beras, atau bahkan biaya sekolah anak, DPR justru mengesahkan kebijakan tunjangan fantastis yang jauh dari nalar keadilan.

Di sinilah letak ujian moralitas DPR. Apakah mereka masih bisa membaca denyut hati rakyat, ataukah sudah terjebak dalam menara gading politik?

Aksi demonstrasi 25 Agustus nanti bukan sekadar soal uang Rp50 juta per bulan. Lebih dari itu, ia adalah simbol kemarahan publik terhadap jurang yang semakin lebar antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya.

Jika DPR serius ingin memulihkan kepercayaan, maka langkah yang paling bijak adalah meninjau ulang kebijakan tunjangan ini.

Tidak ada salahnya menunjukkan empati nyata dengan menyesuaikan fasilitas sesuai dengan kondisi keuangan negara dan beban ekonomi masyarakat.

Puan Maharani boleh saja tenang menghadapi demo. Tetapi ketenangan itu hanya akan bermakna bila diikuti dengan tindakan konkret yaitu mendengar, mempertimbangkan, lalu berani mengoreksi keputusan yang salah.

Tanpa itu, keterbukaan hanya akan menjadi basa-basi politik, sementara luka di hati rakyat terus menganga. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *