Ketika Orang Miskin Dengan Suara Lirih Meminta Bantuan, Pemimpin Justru Lalai

Berita42 Dilihat

MediaKabarNusantara.com – Banten – Di negeri yang menjunjung tinggi nilai keadilan sosial, penanganan kemiskinan seharusnya menjadi agenda utama negara. Namun, sejarah justru mencatat kenyataan yang ironis. Jumat (22/8/2025)

fakta di lapangan kembali menunjukkan bahwa kebijakan dan bantuan untuk orang miskin kerap kali tidak pernah benar-benar menyentuh akar persoalan. Lebih buruk lagi, bantuan sosial yang sejatinya menjadi hak rakyat sering dipelintir demi kepentingan politik.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di level nasional, tetapi juga hingga ke pemerintahan desa. Di banyak desa, praktik penyaluran bantuan sosial menyimpan cerita yang memprihatinkan.

Alih-alih disalurkan kepada warga yang benar-benar membutuhkan, bantuan kerap diberikan kepada mereka yang dekat dengan penguasa desa, terutama yang dianggap berjasa saat pemilihan kepala desa berlangsung.

Manipulasi data penerima bansos sudah menjadi rahasia umum. Mereka yang secara ekonomis masih mampu bisa dengan mudah masuk daftar penerima, sementara keluarga miskin yang hidup serba kekurangan justru terpinggirkan.

Kondisi ini bukan hanya menyalahi aturan, melainkan juga bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusi.

Hal serupa juga terlihat dalam program bedah rumah. Pemerintah pusat maupun daerah kerap menggaungkan perbaikan rumah tidak layak huni, tetapi realisasinya sering kali tidak menyentuh warga yang benar-benar membutuhkan.

Banyak kepala desa menutup mata terhadap kondisi warganya yang tinggal di rumah reyot, bocor, dan tidak layak huni. Padahal, dengan adanya dana desa, sesungguhnya ada ruang anggaran yang bisa diprioritaskan untuk membantu mereka.

Sayangnya, tanggung jawab moral seorang pemimpin terhadap rakyat kecil kerap terabaikan. Dana desa yang seharusnya menjadi instrumen keadilan sosial justru lebih sering diarahkan pada proyek fisik yang kasat mata, atau bahkan terjebak dalam praktik penyalahgunaan anggaran.

Kini kaum miskin pun kembali menjadi penonton, menunggu janji-janji yang tak pernah ditepati.

Bantuan sosial dan program bedah rumah bukanlah hadiah dari pemerintah, melainkan hak rakyat. Ketika hak itu dipolitisasi atau dialihkan, berarti ada pengkhianatan terhadap amanah kepemimpinan.

Sudah saatnya publik menagih tanggung jawab. Pemerintah harus memastikan pendataan bansos dan program bedah rumah dilakukan secara transparan, akurat, dan diawasi secara ketat oleh lembaga independen.

Mekanisme pengaduan masyarakat juga harus dibuka selebar-lebarnya agar praktik manipulasi data bisa diputus sejak dini.

Kepemimpinan yang sejati adalah kepemimpinan yang hadir untuk mereka yang paling lemah.

Dan keadilan sosial tidak akan pernah tercapai jika kemiskinan hanya dijadikan komoditas politik alih-alih diperangi dengan kesungguhan hati.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *